SEMANGAT ISLAMI Mewarisi ajaran nabi tapi tetap sesuai zaman, meluruskan tapi tak merusak akidah dan syariah

Surah an-Nazi'at

Surah an-Nazi'at merupakan salah satu surah yang keseluruhan ayatnya disepakati turun sebelum Nabi SAW berhijrah ke Madinah. Ada yang menamainya dengan menggunakan huruf wauw (Wa an-Nazi'at) dan tanpa menggunakan huruf wauw (an-Nazi'at). Nama ini diangkat dari ayatnya yang pertama. Namanya yang lain adalah as-Sahirah dan ath-Thammah. Keduanya juga diangkat dari kata yang disebut oleh ayat-ayatnya.

Banyak ulama menilai tujuan utama surah ini adalah pembuktian tentang keniscayaan hari Kebangkitan disertai dengan bukti-buktinya, antara lain dengan uraian tentang pengalaman Nabi Musa AS dengan Fir'aun serta penggambaran tentang rububiyyah (pemeliharaan) dan pengaturan Ilahi menyangkut manusia yang pada akhirnya terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu penghuni surga dan neraka.

Sayyid Quthub menulis bahwa surah ini merupakan contoh dari sekian banyak contoh pada juz ini guna menyentuh hati manusia menyangkut hakikat akhirat, yakni tentang kedahsyatan dan keagungannya serta keniscayaannya sejak semula dalam takdir dan ketetapan Allah bagi alam raya ini. Demikian juga tentang pengaturan Ilahi bagi fase-fase dan langkah-langkah penciptaan itu di permukaan dan perut bumi, kemudian di akhirat nanti yang merupakan akhir dari penciptaan itu.

Tujuan utama surah ini, menurut al-Biqa'i, adalah uraian tentang akhir perjalanan hidup manusia di pentas bumi ini dan keniscayaan Kebangkitan mereka pada Hari Kiamat. Itu digambarkan melalui pencabutan nyawa melalui malaikat-malaikat mulia serta uraian tentang Fir‘aun dan Nabi Musa AS. Tujuan ini menjadi sangat jelas jika diperhatikan namanya, yakni an-Nazi'at (pencabut), demikian juga namanya yang lain, yaitu as-Sahirah (Padang Mahsyar) dan ath-Thammah (malapetaka).

Surah ini merupakan surah ke-79 dari segi penempatannya dalam Mushhaf, sedang dia adalah surah yang ke-81 dari segi perurutan turunnya. Ia turun sesudah surah an-Naba' dan sebelum surah al-Infithar. Jumlah ayat-ayatnya sebanyak 45 ayat menurut cara perhitungan ulama-ulama Kufah dan sebanyak 46 ayat menurut ulama-ulama lain.

Surah yang lalu (an-Naba') diakhiri dengan uraian tentang keinginan orang-orang kafir untuk tidak wujud sebagai manusia, tetapi sebagai tanah atau tidak dibangkitkan dari kubur dan tetap berada di sana menyatu dengan tanah.

Kini, awal surah an-Nazi'at menguraikan sumpah Allah dengan menyebut pencabut-pencabut dengan keras, pengurai-pengurai dengan lemah lembut, mereka yang berpindah-pindah dengan cepat, pelomba-pelomba yang saling mendahului dengan kencang, lalu pengatur-pengatur urusan. Mereka itu menurut banyak ulama adalah kelompok malaikat yang mencabut nyawa orang kafir dengan keras dan yang mencabut nyawa orang Mukmin dengan lemah lembut.

Para malaikat itu, menurut ayat ke-3, berpindah-pindah dengan cepat guna melaksanakan tugasnya atau untuk mengantar nyawa sang Mukmin. Mereka juga berlomba mendahului yang lainnya dalam amal kebajikan atau dalam mengantar nyawa sang kafir dengan kencang. Para malaikat juga adalah pengatur-pengatur urusan. Allah bersumpah dengan menyebut lima kelompok malaikat bahwa sungguh Hari Kebangkitan/ Kiamat pasti datang.

Ada juga ulama yang memahami pelaku-pelaku kelima hal yang disebutkan tadi adalah bintang-bintang yang berpindah dari satu ufuk ke ufuk yang lain, dalam arti perpindahan menuju ke arah tenggelamnya (ayat 1) dan terbitnya (ayat 2) serta peredaran matahari, bulan, dan bintang-bintang masing-masing pada orbitnya (ayat 3), yang peredarannya itu dilukiskan bagaikan berlomba saling mendahului (ayat 4). Mereka semua melakukan tugas yang dibebankan Allah kepada mereka secara sempurna (ayat 5).

Ada lagi yang berpendapat bahwa ayat-ayat tersebut berbicara tentang kuda-kuda perang, atau ayat pertama berarti para pejuang yang mencabut anak panahnya untuk dilepas ke arah lawan. Ayat kedua adalah panah itu ketika mengenai sasaran dan ayat ketiga serta keempat adalah kuda dan unta-unta saat dipacu dalam peperangan. Semua itu tidak keluar dari apa yang digariskan Allah dalam ketentuan-Nya. Apa pun makna ayat-ayat tersebut, yang jelas Allah bersumpah bahwa Kiamat pasti datang, cepat—dalam pandangan manusia—maupun lambat.

Pelajaran yang Dapat Dipetik dari Ayat 1-5

1. Para pendurhaka dicabut nyawanya dengan paksa karena saat itu dia telah sadar akan kesudahan buruk yang menantinya. Berbeda dengan yang Mukmin yang diperlakukan dengan lemah lembut oleh malaikat.

2. Malaikat pencabut nyawa bukan hanya satu, tetapi mereka adalah kelompok yang dipimpin oleh satu malaikat, yang dalam satu riwayat dinamai 'Izra'il.

3. Malaikat-malaikat adalah makhluk yang ditugaskan Allah menangani aneka kegiatan dan mereka melakukannya dengan sangat sempurna. Makna ini dipahami dari penyebutan kelompok-kelompok mereka secara berdiri sendiri.

4. Para malaikat adalah pengatur segala urusan. Ini tidak bertentangan dengan kuasa Allah yang mutlak. Ia dapat diumpamakan dengan tulisan yang ditulis seseorang. Anda dapat berkata bahwa yang menulisnya adalah pena. Sebenarnya sebab yang berada di balik pena adalah ibu jari dan jari telunjuk yang memegang pena.

Selanjutnya, kedua jari itu bergerak karena bergeraknya pergelangan. Pergelangan bergerak sesuai dengan perintah otak untuk menulis. Tetapi pergerakan manusia dan perintah otak diarahkan oleh malaikat, sedang malaikat tidak dapat melakukan tugasnya tanpa perintah Allah SWT.

Inti Sari Kandungan Ayat (Ayat 6-9)

Ayat 6 menjelaskan keadaan Hari Kiamat saat kedatangannya. Yakni, Kiamat itu terjadi pada hari ketika guncanganguncangan yang dahsyat membuat bumi atau alam raya hancur dan semua yang bernyawa mati tersungkur.

Lalu, itu diikuti oleh tiupan yang mengiringinya yang mengakibatkan langit pun hancur, atau diikuti oleh tiupan sangkakala yang kedua di mana semua yang telah mati akan bangkit kembali menuju Padang Mahsyar. Ayat 8 menyatakan bahwa banyak hati ketika itu sangat gentar, pandangannya, menurut ayat 9, tertunduk. Itu karena diliputi oleh rasa takut, hina, dan duka.

Pelajaran yang Dapat Dipetik dari Ayat 6-9

1. Kiamat tidak hanya memusnahkan planet bumi dan segala isinya, tetapi memusnahkan seluruh alam raya. Boleh jadi karena sistem yang mengatur keseimbangan planet-planet dihancurkan Allah.

2. Para pendurhaka akan merasa sangat takut, tertunduk, dan hina. Sedang orang-orang Mukmin terhindar dari rasa takut yang besar itu, sebagaimana ditegaskan oleh firman-Nya: "Mereka tidak disusahkan oleh kedahsyatan yang terbesar dan mereka disambut oleh para malaikat: 'Inilah hari kamu yang telah dijanjikan kepada kamu.'" (QS al-Anbiya' (21):103).

Inti Sari Kandungan Ayat (Ayat 10-14)

Setelah ayat sebelumnya menjelaskan bahwa banyak hati yang gentar dan pandangan yang tertunduk, ayat 10-12 menjelaskan siapa yang keadaannya demikian, yaitu mereka adalah yang dalam kehidupan dunia menolak keniscayaan kebangkitan dan terus-menerus berkata sambil mengejek: "Apakah sesungguhnya kami benar-benar akan dikembalikan kepada kehidupan yang semula?"

Mereka menolak dengan berdalih: "Apakah benar-benar kami akan dibangkitkan kembali apabila kami telah menjadi tulang-belulang yang hancur lumat? Yakni, padahal jasad kami telah bercampur dengan tanah dan tulang-belulang kami telah lapuk dan hancur?"

Dengan nada menolak dan mengejek mereka berkata tegas: "Itu yang sungguh sangat sulit diterima akal—kalau benar-benar demikian yang akan terjadi—maka ia adalah suatu pengembalian yang merugikan padahal kami bukanlah orang-orang yang merugi."

Jika demikian, ia tidak mungkin terjadi. Ayat 13 dan 14 mengingatkan mereka bahwa pengembalian itu sangat mudah bagi Allah. Betapa tidak! Dia (dengan) hanya sekali bentakan saja maka serta merta mereka berkumpul di as-Sâhirah, yakni Padang Mahsyar di mana yang berada di sana gelisah bagaikan orang yang tidak dapat tidur.

Pelajaran yang Dapat Dipetik dari Ayat 10-14

1. Salah satu dalih mereka yang menolak adanya kebangkitan manusia setelah kematian adalah mustahil—menurut mereka—jasad yang telah punah dapat pulih kembali. Mereka lupa bahwa jasad itu suatu ketika pernah tidak wujud sama sekali, namun sang penolak—ketika menolaknya—menyadari wujudnya. Kalau dulu ia tidak wujud, lalu wujud, maka tentu akan lebih mudah—dalam logika manusia—mewujudkan sesuatu yang pernah wujud dan sisa-sisanya pun ada dibandingkan dengan sesuatu yang tidak wujud sama sekali.

2. Kehancuran alam raya, kematian semua makhluk hidup, dan kebangkitan mereka semua adalah sangat mudah bagi Allah. Ia diibaratkan dengan sekali bentakan saja. Di tempat lain dinyatakan-Nya hanya bagaikan sekejapan mata, bahkan lebih cepat (QS Al Qamar (54): 50).

Untuk menunjukkan kuasa Allah, terutama kepada para pengingkar Hari Kebangkitan, ayat-ayat di atas menguraikan kisah Nabi Musa dengan Firaun. Kisah Firaun diuraikan di sini karena dalam kisahnya terdapat hal-hal luar biasa yang dapat menjadi contoh kecil bagi Hari Kiamat.

Ayat 15 dimulai dengan pertanyaan kepada Nabi Muhammad SAW, sedang yang dimaksud adalah umat beliau, bahwa: "Bukankah engkau wahai Nabi Muhammad telah menyimak kisah Nabi Musa" (15).

"Tatkala Tuhannya memanggilnya di lembah suci yang bernama Lembah Thuwa" (16), yang terletak di Palestina. Ketika itu—menurut ayat 17—Allah berfirman memerintahkannya: "Pergilah wahai Nabi Musa kepada Firaun—Penguasa tertinggi Mesir sekitar 1224-1214 SM sesungguhnya dia telah melampaui batas dalam kedurhakaan kepada Allah serta penindasan terhadap manusia."

Lalu setelah menemuinya katakanlah kepadanya dengan lemah lembut penuh kesopanan: "Adakah keinginan bagimu, yakni aku mengajakmu, untuk menyucikan diri dengan bertaubat dan mendekatkan diri kepada Allah dan aku akan mengarahkanmu berkat bimbingan Allah—ke jalan Tuhan Pencipta alam raya serta Pemelihara seluruh makhluk dan Pemeliharamu—sehingga dengan menerima ajakan serta mengamalkan petunjuk itu Engkau menjadi takut dan kagum, yakni kepada Allah semata-mata?" Demikian lebih kurang ayat 18 dan 19.

Pelajaran yang Dapat Dipetik dari Ayat 15-19

1. Perlunya mengambil pelajaran dari pengalaman masa lalu, baik yang berkaitan dengan tokoh-tokoh yang berjasa maupun yang durhaka.
2. Perlunya bersikap lemah lembut dan berbudi bahasa halus dalam berdakwah/menyampaikan nasihat kendati yang dihadapi adalah pendurhaka semacam Firaun.
3. Nabi, apalagi manusia biasa, hanya mampu memberitahu, tapi sukses memperoleh hidayah dan mengamalkannya, hanya berkat bantuan Allah.
4. Pengenalan terhadap Allah dan rasa takut/kagum kepada-Nya itulah yang mendorong seseorang patuh kepada Allah.

Intisari Kandungan Ayat (Ayat 20-26)

Setelah mendapat perintah, Nabi Musa AS mendatangi Firaun dan segera melaksanakan tuntunan Allah. Lalu setelah menyadari penolakan Firaun, beliau memperlihatkan kepadanya mukjizat yang besar, yaitu berubahnya tongkat yang beliau gunakan menjadi ular.

Firaun kagum melihatnya, tetapi dia tetap mengingkari kerasulan Nabi Musa serta mendurhakai Allah dan Rasul-Nya. Yang lebih aneh dan buruk dari pengingkaran dan kedurhakaan itu adalah dia berpaling/ enggan beriman seraya berusaha menantang dan memadamkannya. Maka, untuk maksud penentangan itu dia mengumpulkan pembesar-pembesar dan penyihir-penyihir masyarakatnya, lalu memerintahkan untuk memanggil seluruh penduduk. Setelah terkumpul, dia berkata kepada mereka: "Akulah Tuhan pemelihara kamu semua yang paling tinggi."

Sikap Firaun yang demikian angkuh dan bejat itu, dan setelah berkali-kali dinasihati, diperingati, serta diberi bukti-bukti yang meyakinkan, namun selalu saja dia membangkang—sikapnya itu—menjadikan Allah bertindak sebagaimana dijelaskan oleh ayat 25, yakni bahwa Allah pasti akan menyiksanya dengan siksa yang akan dijatuhkan-Nya di akhirat, yaitu memasukkannya ke neraka, dan siksa di dunia yaitu dengan menenggelamkannya di Laut Merah. Sesungguhnya di dalam peristiwa yang dialami oleh Nabi Musa dan Firaun itu terdapat pelajaran bagi orang yang takut kepada Tuhannya.

Pelajaran yang Dapat Dipetik dari Ayat 20-26

1. Allah selalu mendukung nabi/rasul yang diutus-Nya dengan bukti yang sesuai dengan perkembangan pemikiran atau kemahiran yang ditekuni oleh umat/ masyarakatnya. Umat Nabi Musa dikenal dengan kemahiran mereka dalam sihir, maka mukjizat untuk Nabi Musa adalah hal-hal konkret yang luar biasa yang melebihi sihir.
2. Yang lebih buruk daripada menolak kebenaran adalah bersikap angkuh terhadapnya serta berusaha menghalangi tersebarnya.
3. Ucapan Firaun di atas dapat dipahami dalam arti pengakuan tentang adanya pemelihara dan pihak-pihak selain dirinya yang mengurus, mengarahkan, bahkan memiliki wewenang, tetapi dialah pemelihara dan pemilik wewenang tertinggi.
4. Perlu dicatat bahwa Firaun yang ditenggelamkan ini, bukanlah Firaun yang memungut Musa as. di sungai Nil. Yang ditenggelamkan ini adalah putra Firaun itu yang dibesarkan bersama Musa AS dan yang kemudian menjadi penguasa Mesir tertinggi menggantikan ayahnya.

Setelah membuktikan kuasa-Nya membinasakan Firaun, ayat 27 mengarahkan pertanyaan yang mengandung kecaman terhadap kaum musyrik Makkah dan siapa pun yang meragukan kuasa Allah, bahwa Apakah kamu wahai manusia-manusia yang hidup yang begitu lemah dan remeh yang lebih sulit penciptaan(nya) ataukah langit yang demikian kokoh dibandingkan dengan kamu? Tanpa menanti jawaban karena memang tidak ada jawaban kecuali mengakui bahwa penciptaan langit jauh lebih besar dari penciptaan manusia.

Ayat 28 melanjutkan dengan menjelaskan kuasa-Nya mencipta langit yang sungguh kokoh dan harmonis itu dengan menyatakan bahwa Allah telah menciptakannya. Dia meninggikan bangunannya sehingga langit menjadi bagaikan atap bagi bumi, dan juga meninggikan gugusan-gugusan bintangnya lalu menyempurnakannya sehingga ia menjadi padu tanpa sedikit ketimpangan pun dan jaraknya pun menjadi sangat sesuai dengan kebutuhan hidup makhluk di bumi ini.

Lebih jauh, ayat 29 menyatakan bahwa: Dan Dia Yang Maha Kuasa itu juga yang menjadikan malamnya gelap gulita dengan tenggelamnya matahari dan Dia juga memunculkan cahayanya sehingga jadilah siangnya terang benderang melalui pemunculan matahari.

Setelah menguraikan tentang langit, ayat 30 berbicara tentang kuasa Allah menyangkut bumi dengan firman-Nya bahwa bumi sesudah itu, yakni sesudah Allah menciptakan langit dan bumi tetapi belum terhampar yakni belum siap dihuni, bumi dihamparkan-Nya sehingga siap dihuni oleh manusia. Untuk itulah, lanjut ayat 31, Dia mengeluarkan dari perut bumi air dengan mengalirkannya melalui sungai-sungai dan memancarkannya melalui mata air-mata air. Demikian juga Dia menumbuhkan rerumputan dan tumbuh-tumbuhannya.

Ayat 32 menjelaskan bahwa Allah memancangkan gunung-gunung sehingga bumi tidak oleng akibat peredarannya. Semua itu, tegas ayat 33, untuk kesenangan kamu wahai umat manusia dan untuk binatang-binatang ternak kamu.

Pelajaran yang Dapat Dipetik dari Ayat 27-33

1. Allah, yang mencipta alam raya, mengatur segala sesuatu dengan sangat teliti dan tepat untuk kenyamanan manusia. Jarak ketinggian langit diaturnya, demikian juga jarak antara satu benda langit dengan lainnya, sehingga kehidupan dapat berlangsung dengan nyaman.

2. Bumi ditakdirkan Allah memunyai daya tarik (gravitasi), yang bila tidak ditentukan oleh Allah secara sangat teliti, niscaya kehidupan kita pun mustahil. Bumi dalam keadaan demikian, akan mendapat lontaran bertubi-tubi berupa meteor-meteor yang sangat berat, dan yang sesekali hingga kini masih terjadi, namun apa yang terlontar ke bumi itu pun tetap dalam kadar tertentu yang disesuaikan Allah dengan kemaslahatan hidup makhluk di bumi ini.

Intisari Kandungan Ayat (Ayat 34-41)

Setelah ayat-ayat sebelumnya menjelaskan betapa kuasa Allah SWT, yang antara lain mengantar pada kesimpulan bahwa Dia kuasa membangkitkan manusia setelah kematiannya, maka ayat 34 kembali berbicara tentang kedatangan Kiamat dan keadaan manusia ketika itu. Ayat 34 menyatakan: "Maka apabila telah datang malapetaka yang mengatasi segala petaka yang sangat besar yakni Hari Kebangkitan. Pada hari itu—lanjut ayat 35 dan 36—teringat serta sadarlah setiap manusia tentang apa yang telah dia kerjakan menyangkut kebaikan dan kedurhakaan. Dan diperlihatkanlah dengan sangat jelas neraka Jahîm kepada setiap orang yang memiliki potensi melihat. Ketika itu terjadilah pemisahan antara manusia yang taat dan durhaka."

Selanjutnya ayat 37 sampai dengan 41 menguraikan kedua kelompok yang terpisah itu. Ada pun yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka dia akan menempati neraka, berbeda dengan yang takut kepada kuasa atau keagungan Tuhan Pencipta dan Pemeliharanya sehingga mendorongnya untuk beramal saleh yakni menahan diri dari keinginan hawa nafsunya maka surgalah tempat tinggal(nya).

Pelajaran yang Dapat Dipetik dari Ayat 34-41

1. Pada Hari Kiamat setiap orang akan melihat neraka dengan sangat jelas, bahkan setiap orang akan melaluinya. Terjatuhlah siapa yang terjatuh dan selamatlah siapa yang selamat.

2. Siapa yang berusaha menghimpun dunia dan akhirat, tidaklah dikecam. Yang dikecam adalah yang lebih mengutamakan kehidupan dunia atas kehidupan akhirat.

3. Allah tidak menugaskan manusia berselisih dengan nafsunya atau membunuhnya—karena itu berada di luar kemampuan manusia—apalagi dalam beberapa hal nafsu diperlukan untuk mempertahankan atau melanjutkan hidup. Manusia hanya ditugaskan menjinakkan dan mengendalikannya sehingga tidak melampaui batas agama, dan kesopanan.

4. Yang menyadari dahsyatnya Kiamat dan perhitungan Allah, pasti akan takut sehingga patuh dan taat kepada-Nya, sedang yang mengingat rahmat dan surga-Nya akan terdorong mendekat kepada-Nya.

Intisari Kandungan Ayat (Ayat 42-46)

Setelah ayat-ayat yang lalu membagi manusia dalam dua kelompok besar—durhaka dan taat—ayat-ayat di atas kembali berbicara tentang kedatangan Kiamat sambil mengecam penginkar-pengingkarnya kendati bukti-bukti keniscayaannya telah dipaparkan. Ayat 42 bagaikan menyatakan: Mereka masih juga terus-menerus bertanya kepadamu wahai Nabi Muhammad tentang Hari Kebangkitan dengan tujuan mengejek.

Mereka berkata: "Kapankah masa berlabuhnya, yakni terjadinya Kiamat itu?" Rupanya terdorong oleh keinginan Nabi Muhammad SAW agar kaum musyrik percaya, maka terlintas dalam benak beliau harapan agar Allah menjawab pertanyaan itu. Untuk menampik harapan tersebut Allah berfirman pada ayat 43: "Siapakah engkau sehingga dapat menyebut waktunya?"

Lalu ayat 44 menegaskan bahwa hanya kepada Tuhanmu sajalah kesudahannya, yakni hanya Dia sendiri yang mengetahui dan menetapkan waktu serta perincian terjadinya. Tidak satu pun selain Dia. Engkau pun wahai Nabi Muhammad, kendati merupakan makhluk yang termulia di sisi Allah dan selalu memperoleh bimbingan dan jawaban atas pertanyaan yang diajukan kepadamu, tidak akan diberi tahu jawaban pertanyaan ini karena bukanlah tugasmu menyampaikan waktu kedatangannya.

Engkau tidak lain hanyalah pemberi peringatan bagi siapa yang berpotensi takut kepada Hari Kebangkitan itu. Hanya mereka yang memperoleh manfaat dari peringatanmu itu. Sedang orang-orang kafir, saat mengalami Kiamat, itu merasa seakan-akan mereka tidak tinggal di dunia atau dalam kubur melainkan sebentar saja yakni sepanjang waktu sore saja, yaitu dari tergelincirnya matahari sampai terbenamnya, atau hanya selama pagi harinya saja yakni dari terbitnya matahari sampai tergelincirnya.

Pelajaran yang Dapat Dipetik dari Ayat 42-46

1. Tidak satu makhluk pun mengetahui kapan datangnya Kiamat. Infomasi dari siapa pun yang Anda dengar tentang masa, apalagi hari dan tanggal kedatangannya, pastilah hanya perkiraan yang tidak berdasar.

2. Mengaitkan pikiran, hati, dan perasaan dengan kehadiran Kiamat yang tidak diketahui kapan kehadirannya itu harus mengantar manusia selalu waspada dan mempersiapkan diri menghadapinya dengan amal-amal saleh.

3. Hidup di dunia betapa pun lamanya, kelak saat kematian akan terasa sangat singkat, bagaikan mimpi saja.

Demikian, Wa Allah A'lam.

Sumber : Detik.com dari Tafsir Al-Mishbah

1 komentar:

Kelebihan surah an-naziat mengatakan...

keutaman surah quran emang mantap ya